Senin, 13 April 2009

Pelaksanaan Gaya Kepemimpinan di PT. INTI (Persero) Bandung



Penelitian ini dilaksanakan di PT.INTI (persero) dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di PT.INTI (persero) Bandung, serta untuk mengetahui sejauhmana Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling. Populasi berjumlah 88 karyawan maka jumlah karyawan yang diambil sebanyak 30 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah studi pustaka dan studi lapangan yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Gaya Kepemimpinan PT. INTI (persero) memfokuskan pada konseptual sebagai dasar praktik mengenai bagaimana kekuasaan dan pengaruh menyebar ke berbagai tingkatan yang ada pada struktur organisasi di PT. INTI sehingga para pegawai atau bawahan berdasarkan jabatan dan tugasnya masing-masing di dalam organisasi merasa terlibat dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk kemajuan PT. INTI itu sendiri. Pemberian motivasi yang dilakukan di PT. INTI (Persero) Bandung berdasarkan SK (Surat Keputusan) yang dikeluarkan oleh Direksi di PT. INTI dan upaya tersebut adalah jenjang karir, perpindahan (mutasi), fasilitas komputer, pemberian hak cuti, gaji, pelatihan, santunan hari tua, serta tunjangan kesehatan dan pendidikan.
Dilihat dari perhitungan koefisien determinasi untuk uji individu (secara parsial) pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan sebesar 27,49%, sedangkan pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan sebesar 37,0%. Artinya bahwa variabel yang paling memiliki kontribusi atau pengaruh paling besar terhadap Kinerja Karyawan adalah variabel X2 (Motivasi Kerja). Secara simultan maka dapat diketahui besarnya pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan adalah sebesar 64,4% yang berarti bahwa Gaya Kepemimpinan (X1) dan Motivasi Kerja (X2) secara bersama-sama memiliki kontribusi atau pengaruh sebesar 64,4% terhadap Kinerja Karyawan (Y). dari hasil analisis uji F pada penelitian ini diketahui nilai Fhitung lebih besar daripada Ftabel berarti adanya pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan.
Kata kunci : Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja, Kinerja Karyawan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam era globalisasi isu yang paling banyak dikembangkan adalah isu persaingan global. Artinya, isu yang paling banyak dipacu dengan persaingan bebas yang tidak ada lagi batasannya dalam suatu wilayah atau negara tertentu. Kebebasan berusaha ini telah menjadi tuntutan dan kebutuhan seluruh masyarakat. Berbagai perkembangan dan perubahan aspek perekonomian, ilmu pengetahuan dan teknologi serta semakin dekatnya era perdagangan bebas peran pemerintah semakin berkurang terutama dalam bidang perekonomian dengan berbagai proteksi baik pada badan usaha milik swasta maupun badan usaha milik negara. Maka dari itu semakin menuntut perusahaan-perusahaan untuk terus berbenah, agar tetap dapat bersaing dalam perdagangan bebas nanti. Perusahaan-perusahaan yang akan mampu bertahan dan bersaing dalam perdagangan bebas adalah perusahaan yang mampu memanfaatkan Sumber Daya Manusia yang handal seoptimal mungkin melalui praktek-praktek organisasional secara luwes dan cepat tanggap terhadap perubahan lingkungan.
Salah satu hal yang terpenting agar suatu perusahaan memiliki kemampuan bersaing yang tinggi adalah penanganan sumber daya manusia yang baik. Dalam manajemen perusahaan modern, peran sumber daya manusia makin dirasakan sangat penting, sehingga masalah sumber daya manusia menjadi fokus utama.
Kenyataan bahwa sumber daya manusia merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi, tidak mungkin bagi perusahaan mencapai tujuan-tujuan tanpa adanya sumber daya manusia, karena sumber daya-sumber daya yang lain hanya sebagai pendukung. Suatu perusahaan akan dapat mencapai produktivitas dan tujuannya bila didukung sumber daya manusia yang berkualitas, oleh karena itu sumber daya manusia merupakan suatu asset yang sangat penting dalam suatu perusahaan.
Tujuan organiasasi akan dapat tercapai apabila kerjasama diantara para pelaku organiasasi berjalan dengan lancar. Seorang pemimpin tidak akan dapat mengendalikan suatu organisasi tanpa adanya kerjasama yang baik dengan bawahannya, hal ini dikarenakan operasionalisasi pekerjaan adalah tugas dari para pegawai. Dalam memberikan tugasnya seorang pemimpin terkadang menghadapi berbagai tingkah laku pegawai dalam menghadapi pekerjaannya. Diantaranya pegawai yang cepat tanggap dalam melaksanakan tugasnya, pegawai yang tidak mau atau tidak bisa melaksanakan pekerjaannya, dan pegawai yang acuh dalam menyelesaikan pekerjaannya, karena tidak adanya motivasi kerja. Berdasarkan tingkahlaku pegawai tersebut, maka setiap pemimpin akan selalu berusaha agar para pegawai dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi.
Gaya kepemimpinan mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi cara kerja pegawai, penampilan gaya kepemimpinan akan memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kinerja pegawai yang dipimpinnya. Karena kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka konform dengan keinginan pemimpin.
Motivasi kerja juga tidak kalah penting dalam upaya mendorong pegawai dalam melaksanakan tugasnya dan pekerjaannya sehingga dapat berjalan lancar, oleh sebab itu maka seorang pemimpin harus berusaha untuk membuat iklim kerja yang kondusif sehingga para pegawai lebih berprestasi untuk bekerja dan berpikir kreatif. Seorang pemimpin harus dapat mempelajari karakter pegawainya sehingga dapat mengevaluasi dirinya dan mengetahui apakah gaya kepemimpinannya telah sesuai dengan kemauan, kemampuan maupun harapan pegawai. Karena gaya kepemimpinan dan motivasi kerja yang sesuai dengan harapan pegawai akan memberikan peran besar dalam kemajuan suatu organisasi.
Banyak fenomena yang terjadi dalam sebuah perusahaan mengenai gaya kepemimpinan dan motivasi dalam mempengaruhi kinerja para pegawai dalam suatu perusahaan. Hal tersebut terlihat dalam kenyataan dan fakta yang terjadi, dimana demonstrasi-demonstrasi yang terjadi dalam sebuah perusahaan diakibatkan oleh gaya kepemimpinan yang tidak sesuai dengan harapan karyawan dan motivasi yang kurang baik sehingga mengakibatkan para karyawan berontak dan berujung pada menurunnya kinerja karyawan. Seperti yang dinyatakan oleh Hermawan Hendradewa (2007) bahwa di Satuan Samapta Polwiltabes Bandung gaya kepemimpinannya masih belum sesuai dengan harapan para pegawainya, dimana pemimpin selalu bertindak berdasarkan keputusannya sendiri tanpa melibatkan bawahannya untuk memberikan aspirasi terhadap keputusan yang akan diambil. Dengan kata lain pemimpin di Satuan Samapta Polwiltabes Bandung lebih cenderung kepada gaya kepemimpinan otoriter.
Dalam hal motivasi pun di Satuan Samapta Polwiltabes Bandung kondisinya masih belum baik. Dan itu nampak dari semangat kerja yang kurang, tingkat disiplin yang rendah dan sebagainya. Hal tersebut dikarenakan oleh faktor pribadi dan faktor eksternal. Faktor pribadi diantaranya tingkat kebutuhan, kondisi ekonomi, keinginan untuk lebih maju dan sebagainya, sedangkan faktor eksternal dari organisasi karena upah yang relatif rendah, insentif juga rendah, leadership yang kurang baik dan sebagainya. Sehingga para bawahan atau para pegawai merasa kinerja mereka tidak optimal terhadap perusahaan.
PT. INTI (persero) merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan status perseroan yang dibawahi oleh departemen keuangan sebagai pemilik saham. Dengan demikian PT.INTI (persero) setiap tahunnya diaudit oleh badan pengawas keuangan dan pembangunan (BPKP). Selain itu PT.INTI (persero) memiliki auditor internal dibawah Satuan Pengawas Intern (SPI). PT. INTI (persero) harus memiliki daya saing dan kompetensi yang tinggi untuk dapat mempertahankan eksistensinya sebagai perusahaan di tengah pesatnya perkembangan dunia teknologi telekomunikasi saat ini. Kondisi ini menuntut PT. INTI (persero) untuk dapat melakukan pengelolaan sumber daya manusia secara terprogram dengan baik untuk meningkatkan kinerja para pegawainya.
Berdasarkan fenomena di atas menunjukan bahwa hal ini juga terjadi pada PT. INTI (Persero) Bandung, dimana gaya kepemimpinan yang ada pada PT. INTI (Persero) masih belum sesuai, pemimpin selalu menilai mampu dan bisa kepada para pegawainya dalam menyelesaikan pekerjaan tanpa melihat sumber daya manusia dan lingkungan setempatnya. Sehingga para pegawai menganggap bahwa kepemimpinan di PT. INTI (Persero) Bandung lebih mengarah kepada gaya kepemimpinan otoriter.
Motivasi yang dilakukan di PT. INTI (Persero) ada beberapa faktor bukan hanya uang atau barang atau keinginan akan kepuasan, tetapi dalam bentuk pemberian penghargaan serta perhatian, sehingga karyawan termotivasi untuk bekerja dengan baik, namun bentuk penghargaan dan perhatian sering tidak sesuai dengan harapan karyawan serta tidak konsisten dalam memberikan perhatian, sehingga karyawan merasa tidak puas. Hal tersebut menyebabkan motivasi menurun. Dengan demikian kadang pegawai dalam melaksanakan tugasnya kurang optimal, sehingga kinerjanya pun dirasakan tidak optimal.
Penilaian kinerja karyawan pada PT. INTI (Persero) berdasarkan pada unsur-unsur atau kriteria yang telah ditetapkan perusahaan yaitu dengan sistem Penilaian Kinerja Pegawai. Adapun unsur-unsur yang termasuk dalam Penilaian Kinerja Pegawai adalah sebagai berikut : Kualitas Hasil Kerja, Kuantitas Hasil Kerja, Disiplin Pegawai, Kerja Sama, Kepemimpinan, Prakarsa, Keterampilan Kerja dan Kejujuran. Berikut ini adalah data mengenai laporan rekapitulasi kehadiran pegawai periode bulan maret dan april 2008 :
Tabel 1.1
Data Laporan Rekapitulasi Kehadiran Pegawai
Periode Bulan Maret dan April 2008
No NIP Bulan Maret Bulan April
Kerja Hadir Kerja Hadir
1 PP.8509151 18 22 22 23
2 PP.8707048 18 19 22 24
3 PP.9210036 18 0 22 0
4 PP.9210026 18 17 22 19
5 PP.8712163 18 13 22 12
6 PP.8707086 18 16 22 22
7 PP.9210039 18 16 22 20
8 PP.8411133 18 16 22 22
9 PP.9210038 18 18 22 20
10 PP.8711146 18 0 22 0
11 PK.0611017 18 0 22 0
12 PP.9011018 18 0 22 0
13 PP.8809018 18 0 22 0
14 PP.8112111 18 20 22 18
15 PP.8410119 18 0 22 0
16 PP.8712189 18 13 22 22
17 PP.8412192 18 21 22 23
18 PP.8603059 18 20 22 23
19 PP.8504041 18 18 22 20
20 PP.8406013 18 18 22 22
21 PP.8505082 18 16 22 22
22 PP.8602032 18 17 22 22
23 PP.8408031 18 14 22 20
24 PP.8501010 18 17 22 23
25 PP.8510156 18 18 22 22
26 PP.9306041 18 15 22 22
27 PP.7702013 18 18 22 12
Sumber : PT. INTI (Persero) Bandung, Bagian Pengembangan Sistem SDM & Organisasi serta Pengembangan & Pelayanan SDM, Divisi SEKPER dan SDM
Keterangan :
• Kerja 18 dan 22 hari adalah Minimal kehadiran karyawan dan hari kerja tersebut sudah dipotong dengan libur hari sabtu dan minggu.
• Hadir = 0 adalah karyawan yang sedang melaksanakan Training/pendidikan
Dengan melihat Tabel 1.1 di atas, terbukti bahwa tingkat disiplin kerja karyawan di PT. INTI (Persero) Bandung masih rendah, dimana kehadiran karyawan dalam periode bulan maret dan april dari 27 karyawan pada bagian Pengembangan Sistem SDM & Organisasi serta Pengembangan & Pelayanan SDM, Divisi SEKPER dan SDM yang tidak pernah absen adalah 9 orang pada bulan maret atau sekitar 33% dari keseluruhan karyawan dan 13 orang pada bulan april atau sekitar 48% dari keseluruhan karyawan. Sedangkan yang sering absen adalah 18 orang pada bulan maret atau sekitar 67% dari keseluruhan karyawan dan 14 orang pada bulan april atau sekitar 52% dari keseluruhan karyawan.
Kinerja karyawan PT. INTI (Persero) tidak selalu stabil, disatu waktu terjadi peningkatan tetapi dilain waktu terjadi penurunan, dan rendahnya kinerja pegawai di PT. INTI (Persero) pada saat ini disebabkan permasalahan internal yang terjadi di dalam PT. INTI (Persero), yaitu kurang optimalnya partisipasi dan dorongan dari seorang pemimpin sehingga suasana hubungan yang tidak harmonis antara atasan dan bawahan, serta kurangnya pengawasan disiplin terhadap karyawan. Karena dalam kenyataannya setiap karyawan dalam sebuah perusahaan harus senantiasa dibina, dibimbing, diarahkan, dididik dan sebagainya agar memiliki semangat bekerja dan diharapkan mampu berprestasi.
Permasalahan-permasalahan internal PT. INTI (Persero) yang menyangkut masalah sumber daya manusia dan menyebabkan kinerja yang dihasilkan kurang mencapai sasaran yang diinginkan, maka dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai tersebut peran seorang pemimpin haruslah sejalan dengan situasi di dalam maupun di luar perusahaan. Karena pemimpin merupakan sumber daya pokok serta titik sentral aktivitas yang terjadi dalam satu kesatuan, dengan kata lain bagaimana seorang pemimpin dapat menjalankan gaya kepemimpinan dan motivasinya menurut manajemen sehingga akan sangat menentukan apakah tujuan PT. INTI (Persero) akan dapat tercapai atau tidak, kegiatan dan dinamika yang terjadi dalam kesatuannya sebagian besar ditentukan oleh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja pegawainya dari seorang pemimpin.
Pentingnya gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap peningkatan kinerja pegawai di PT. INTI (Persero) perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui masalah pokok dan jalan keluarnya, oleh karena itu penulis tertarik menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul :
”PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT. INTI (Persero) BANDUNG”

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan bahwa PT. INTI (Persero) Bandung, saat ini menghadapi masalah pencapaian kinerjanya, hal itu disebabkan oleh adanya faktor internal perusahaan yaitu gaya kepemimpinan yang masih kurang baik. Oleh sebab itu diperlukan upaya-upaya yang konkrit agar tujuan perusahaan tersebut dapat tercapai, dengan cara penerapan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan serta pemberian motivasi yang benar agar pencapaian kinerja dari pegawai tersebut dapat optimal.

1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Gaya kepemimpinan di PT. INTI (Persero)
2. Bagaimana Motivasi yang berikan di PT. INTI (Persero)
3. Bagaimana Kinerja karyawan di PT. INTI (Persero)
4. Seberapa besar pengaruh Gaya kepemimpinan dan Motivasi kerja terhadap Kinerja karyawan di PT. INTI (Persero) secara Parsial dan secara Simultan.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data-data yang diperoleh untuk selanjutnya diproses dan dianalisa berdasarkan teori-teori yang ada.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Gaya kepemimpinan di PT INTI (Persero).
2. Untuk mengetahui Motivasi yang diberikan di PT INTI (Persero).
3. Untuk mengetahui Kinerja karyawan di PT INTI (Persero).
4. Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh Gaya kepemimpinan dan Motivasi kerja terhadap Kinerja karyawan di PT. INTI (Persero) secara Parsial dan secara Simultan.

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang merupakan jawaban atas masalah-masalah yang dibahas dapat berguna bagi perusahaan sebagai subjek yang diteliti, untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun bagi peneliti sendiri.
1. Bagi Perusahaan
Sebagai subjek penilitian, hasil ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengoptimalisasikan kegiatan usahanya, juga agar dapat dijadikan bahan informasi dan dimanfaatkan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan yang dianggap perlu
2. Bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam lagi
3. Bagi Peneliti
Dengan penelitian ini akan menambah pengetahuan dan memperluas wawasan khususnya tentang Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan dengan berbagai masalah yang melengkapinya serta mengetahui sejauhmana hubungan antara teori yang diperoleh dengan penerapannya dalam dunia usaha.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia.
Sumber daya manusia saat ini dianggap paling berharga dan memiliki peranan yang sangat penting dalam keberadaan serta kelangsungan hidup suatu perusahaan. Sebuah organisasi tidak mungkin ada tanpa manusia, karena manusia merupakan elemen yang selalu dijumpai dalam setiap organisasi dan mempunyai dampak langsung pada kesejahteraan perusahaan.
Seberapa baik sumber daya manusia dikelola akan menjadi hal yang makin penting bagi kesuksesan perusahaan di masa mendatang. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik dengan sendirinya akan menjadi bagian yang sangat penting dari tugas manajemen perusahaan, sebaliknya jika pengelolaan sumber daya manusia kurang baik maka efektivitas kerjanya akan menurun. Dengan demikian semakin pentingnya memahami sumber daya manusia yang baik akan sangat mempengaruhi proses pencapaian tujuan perusahaan.
Jika kita perhatikan Manajemen sumber daya manusia mengandung dua pengertian utama yaitu pengertian manajemen dan pengertian sumber daya manusia. Manajemen mengandung pengertian sebagai suatu proses pencapaian tujuan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan sumber daya manusia, sedangkan sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang melakukan aktivitas.
Beberapa pengertian manajemen sumber daya manusia menurut para ahli antara lain :
Edwin B. Flippo, yang dikutip oleh Bambang Wahyudi (2002 : 9) mengemukakan:
“Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pada pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan sumber daya manusia ke suatu titik akhir dimana tujuan-tujuan perorangan, organisasi dan masyarakat terpenuhi”.
Menurut Veithzal Rivai (2004 : 1) bahwa : “Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”.
Menurut pendapat T. Hani Handoko (2000 : 134) bahwa : “Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai manajemen yang mengatur manusia, yang diterima secara universal pada masa sekarang ini”.
Sedangkan menurut pendapat Malayu S. P. Hasibuan (2003 :10) bahwa : “Manajemen Sumber Daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan tenaga kerja agar lebih efektif dan efisien membentuk terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat”.
Dari beberapa pendapat diatas menunjukkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah manajemen yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan terhadap berbagai fungsi pelaksanaan usaha selain itu juga sebagai salah satu bidang dari manajemen umum yang mengatur manusia, dan diterima secara universal pada masa sekarang ini.

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Dengan memahami fungsi manajemen, maka akan memudahkan pula untuk memahami fungsi manajemen sumber daya manusia yang selanjutnya akan memudahkan kita dalam mengidentifikasi tujuan manajemen sumber daya manusia.
Adapun tujuan manajemen sumber daya manusia menurut Veithzal Rivai (2004 : 13) bahwa :
“Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah meningkatkan kontribusi produktif orang-orang yang ada dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis dan sosial”.
Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan pada dasarnya adalah :
1. Peningkatan efisiensi
2. Peningkatan efektivitas
3. Peningkatan produktivitas
4. Rendahnya tingkat absensi karyawan
5. Rendahnya tingkat perpindahan pegawai
6. Tingginya kepuasan kerja karyawan
7. Tingginya kualitas pelayanan
8. Rendahnya complain dari pelanggan
9. Meningkatnya bisnis perusahaan.
Sedangkan tujuan umum manajemen sumber daya manusia menurut Malayu S. P. Hasibuan (2003 : 250) adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan kualitas karyawan yang akan mengisi semua jabatan dalam perusahaan.
2. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini ataupun masa depan.
3. Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
4. Untuk mempermudah koordinasi sehingga produktivitas kerja meningkat.
5. Untuk menghindari kekurangan atau kelebihan karyawan.
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia adalah tugas-tugas yang dilakukan oleh Manajemen Sumber Daya Manusia dalam rangka menunjang tugas manajemen perusahaan menjalankan roda organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Adapun Fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Bambang Wahyudi (2002:12) Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan ilmu terapan dari ilmu manajemen, maka Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi pokok yang sama dengan fungsi manajemen dengan penerapan di bidang Sumber Daya Manusia sebagai berikut:
a) Fungsi Perencanaan
Melaksanakan tugas dalam perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengembangan, dan pemeliharaan sumber daya manusia.
b) Fungsi Pengorganisasian
Menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan.
c) Fungsi Pengarahan
Memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien

d) Fungsi Pengendalian
Melakukan pengukuran-pengukuran antara kegiatan yang dilakukan dengan standar-standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang tenaga kerja.
Di samping fungsi-fungsi pokok, Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki beberapa fungsi-fungsi operasional. Fungsi operasional Manajemen Sumber Daya Manusia meliputi:
A. Fungsi Pengadaan (Procurement), yang di dalamnya meliputi sub fungsi :
a) Perencanaan Sumber Daya Manusia
Dalam perencanaan sumber daya manusia (Human Resources Planning/Man Power Planning) dilakukan penentuan kebutuhan tenaga kerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif, serta cara memenuhi kebutuhan tenaga kerja itu.
b) Penarikan Calon Tenaga Kerja
Penarikan calon tenaga kerja (Recruitment) ini berupa usaha menarik sebanyak mungkin calon-calon tenaga kerja yang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dari sumber-sumber tenaga kerja yang tersedia.
c) Seleksi
Seleksi (Selection) merupakan proses pemilihan tenaga kerja dari sejumlah calon tenaga kerja yang dapat dikumpulkan melalui proses penarikan calon tenaga kerja.
d) Penempatan
Penempatan tenaga kerja (Placement) yang terpilih pada jabatan yang ditentukan.
e) Pembekalan
Pembekalan dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada tenaga kerja terpilih tentang deskripsi jabatan, kondisi kerja dan peraturan organisasi.
B. Fungsi Pengembangan (Development), yang di dalamnya meliputi sub fungsi:
a) Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan dan pengembangan tenaga kerja dilakukan dengan mengikutsertakan tenaga kerja tersebut dalam program pelatihan dan program pengembangan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan seorang tenaga kerja, sehingga mampu menyesuaikan atau mampu mengikuti perkambangan kebutuhan organisasi.
b) Pengembangan karier.
Pengembangan karier meliputi kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan karier seorang tenaga kerja, baik dalam bentuk kenaikan pangkat maupun mutasi jabatan.
C. Kompensasi Jabatan
Kompensasi jabatan (Job Compensation) meliputi usaha pemberian balas jasa atau kompensasi atas prestasi yang telah diberikan oleh seorang tenaga kerja.
D. Integrasi
Integrasi (Integration) meliputi usaha menciptakan kondisi integrasi atau persamaan kepentingan antara tenaga kerja dengan organisasi, yang menyangkut masalah motivasi, kepemimpinan, komunikasi, konflik, dan konselling.
E. Hubungan Perburuhan
Hubungan perburuhan (Labour Relation) dimulai dengan pembahasan masalah perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, kesepakatan kerja bersama, sampai penyelesaian perselisihan perburuhan.
F. Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja (Separation) menyangkut masalah pemutusan hubungan kerja.

2.2 Gaya Kepemimpinan
Dalam perjalanan hidup manusia pemimpin hampir selalu menjadi fokus dari semua gerakan, aktivitas, usaha, dan perubahan menuju pada kemajuan di dalam kelompok atau organisasi. Pemimpin merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamisator, dan inovator dalam organisasinya untuk menentukan sasaran yang akan dicapai. Oleh karena itu pemimpin harus mempunyai jiwa kepemimpinan untuk mampu menggerakkan orang-orang menuju tujuan yang akan dicapai.

2.2.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Menurut Robbins dan Mary Coulter (2005:422) gaya kepemimpinan atau Leadership it’s the process of influencing a group toward the achievement of goals. (Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kelompok terhadap pencapaian tujuan.)
Menurut Kartini Kartono (2005:34) gaya kepemimpinan adalah : “Sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian yang membedakan dari seorang pemimpin dalam interaksi dengan orang lain”.
Sedangkan Wijaya dan Supardo (2006:4) mendefinisikan gaya kepemimpinan adalah :
“Gaya kepemimpinan adalah suatu cara dan proses yang kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu sasaran dan mengarahkan organisasi dengan cara yang membuatnya lebih kohesif dan lebih masuk akal”.

Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa kepemimpinan merupakan suatu karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya agar tercapainya tujuan organisasi. Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan bentuk cara penyelesaian masalah pekerjaan melalui individu atau kelompok dan kemampuan pemimpin dalam menyesuaikan perilaku terhadap bawahannya.

2.2.2 Model Gaya Kepemimpinan
Menurut Stephen P. Robbins (2003:47) model gaya kepemimpinan meliputi :
1. Model kepemimpinan Fiedler
Model kemungkinan Fiedler mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada padanan yang tepat antara gaya pemimpin dan sampai tingkat mana situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada pemimpin.
2. Model kepemimpinan Hersey dan Blanchard
Paul Hersey dan Ken Blanchard mengembangkan model kepemimpinan yang disebut kepemimpinan situasional (SLT; Situasional Lleadership Theory). Kepemimpinan situasional merupakan suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada para pengikut atau bawahan. Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat menurut Hersey dan Blanchard bersifat tergantung kesiapan dan kedewasaan para bawahannya.
Hubungan intensif dan orientasi pemimpin tugas rendah

G3

G2 Hubungan intensif dan orientasi pemimpin tugas tinggi

G4

Hubungan tidak intensif dan orientasi rendah

Orientasi tugas tinggi dan hubungan tidak intensif

G1

RENDAH PRILAKU TUGAS TINGGI

TINGGI SEDANG RENDAH
K4 K3 K2 K1
TINGGI

RENDAH

Gambar 2.1
Model Kepemimpinan Situasional
Sumber : Sondang P. Siagian (2003:141)

Keterangan :
K1: Berarti para bawahan dipandang tidak mampu dan tidak mau memikul tanggung jawab untuk berbuat sesuatu. Artinya, para bawahan memiliki kemampuan yang rendah dan demikian pula halnya dengan tingkat kepercayaan pada diri sendiri.
K2: Berarti para bawahan tidak mampu akan tetapi rela berbuat hal-hal yang perlu dilakukan agar tugas terselesaikan. Para bawahan memiliki motivasi akan tetapi kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
K3: Berarti para bawahan mampu tetapi tidak rela berbuat apa yang diinginkan oleh atasannya.
K4: Berarti para bawahan mampu dan rela menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka.
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Semakin tinggi tingkat kematangan yang telah dicapai oleh para bawahan, pimpinan memberikan respon tidak saja dalam bentuk pengurangan pengawasan atas berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh para bawahannya, akan tetapi juga mengurangi intensitas hubungannya dengan para bawahan tersebut.
b. Pada tingkat kematangan yang masih rendah yaitu K1 para bawahan memerlukan pengarahan yang jelas dan tegas serta spesifik sehingga tidak terdapat kekaburan dalam pelaksanaan tugas para bawahan yang bersangkutan.
c. Pada tingkat kematangan bawahan yang lebih tinggi K2 yang nampaknya diperlukan ialah perilaku pimpinan dengan orientasi tugas yang tinggi dan tingkat hubungan yang intensif antara atasan dengan bawahannya. Perilaku orientasi tugas diperlukan untuk mengantisipasi kurangnya kemampuan kerja para bawahan, sedangkan perilaku yang terwujud dalam hubungan atasan dan bawahan intensif diperlukan untuk memperlancar usaha pimpinan menggairahkan para bawahannya untuk melaksanakan apa yang diinginkan oleh pimpinan yang bersangkutan.
d. Pada tingkat kematangan yang tinggi K3, masalah-masalah psikologis dapat timbul dan hanya dapat dipecahkan dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang bersifat mendukung tugas para bawahan dan dengan demikian berarti tidak terlalu banyak memberikan pengarahan. Gaya yang cocok dengan keadaan ini adalah gaya kepemimpinan partisipatif.
e. Pada tingkat kematangan yang sudah tinggi yaitu K4 seorang pemimpin tidak perlu lagi berbuat banyak karena para bawahannya adalah mampu dan rela memikul tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka terselenggara dengan tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas yang sesuai dengan harapan pimpinan.
3. Model kepemimpinan House
Teori yang dikembangkan oleh Robert House ini disebut dengan teori jalur-tujuan. Hakekat dari jalur-tujuan adalah bahwa tugas pemimpin untuk membantu pengikutnya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberikan pengarahan yang perlu dan atau dukungan guna memastikan tujuan mereka sesuai dengan sasaran keseluruhan dari kelompok atau organisasi.
4. Model kepemimpinan Vroom dan Philip Yetton
Victor Vroom dan Philip Yetton mengembangkan suatu model partisipasi-pemimpin yang menghubungkan perilaku kepemimpinan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Mengenali bahwa struktur-struktur tugas mempunyai tuntutan yang beraneka untuk kegiatan rutin dan non-rutin, karena itu mereka berpendapat bahwa perilaku kepemimpinan harus menyesuaikan diri untuk mencerminkan struktur tugas.

2.2.3 Jenis-Jenis Gaya Kepemimpinan
Adapun jenis-jenis gaya kepemimpinan menurut Malayu S. P. Hasibuan (2005:170) adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinan dilakukan dengan cara persuatif, menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan.
4. Kepemimpinan Situasional
Penekanan pendekatan situasional adalah pada perilaku pemimpin dan anggota pengikut dalam kelompok dan situasi yang variatif. Dalam kepemimpinan situsional, tidak ada satu pun cara yang terbaik untuk mempengaruhi orang lain. Gaya kepemimpinan mana yang harus digunakan terhadap individu atau kelompok tergantung pada tingkat kesiapan orang yang akan dipengaruhi.

2.2.4 Dimensi Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut Veithzel Rivai (2003:69), dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu :
1. Dimensi tugas
Dimensi tugas disebut mengarahkan, berorientasi pada produk dan berujung pada gaya kepemimpinan otokratis.
2. Dimensi manusia
Berhubungan dengan istilah mendukung berorientasi pada bawahan dan berujung pada tipe kepemimpinan bebas kendali.
Pemimpin dikatakan efektif bilamana pemimpin tersebut mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda dalam situasi yang berbeda, dengan tidak tergantung pada pendekatan untuk semua situasi melainkan menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan situasi tertentu.

2.2.5 Indikator Gaya Kepemimpinan
Indikator gaya kepemimpinan menurut Daniel Goleman (2006:65) yaitu sebagai berikut:
1. Visioner
Pemimpin visioner akan mengartikulasikan suatu tujuan yang baginya merupakan tujuan sejati dan selaras dengan nilai bersama orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin tipe ini meyakini visi dapat membimbing orang-orang menuju visi tersebut dengan tegas.
2. Pembimbing
Pemimpin tipe ini memungkinkan seorang pemimpin untuk mengembangkan orang lain dan bertindak sebagai penasihat, yang menggali tujuan dan nilai-nilai pegawai dan membantu mereka mengembangkan kemampuannya sendiri.
3. Afiliatif
Pemimpin tipe ini ingin memajukan harmoni dan mendorong interaksi yang ramah, menumbuhkan relasi pribadi yang mengembangkan jaringan relasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Para pemimpin tipe ini akan memusatkan perhatian pada kebutuhan emosi pegawai, bahkan lebih daripada tujuan kerja. Meskipun bermanfaat, gaya afiliatif tidak boleh digunakan sendirian, karena gaya yang hanya berfokus pada pujian bisa membuat kinerja yang buruk berlangsung terus tanpa perbaikan dan pegawai bisa menganggap kesalahan ditoleransi, selain itu pemimpin afiliatif jarang memberikan nasihat yang membangun tentang cara memperbaiki atau meningkatkan kinerjanya, maka pegawai dibiarkan menemukan sendiri.
4. Demokratis
Pemimpin seperti ini menciptakan perasaan bahwa mereka sungguh-sungguh ingin mendengarkan pikiran dan kepedulian pegawai dan mereka bersedia mendengarkan

5. Komunikatif
Pemimpin tipe ini selalu mendahulukan komunikasi antara pimpinan dan bawahan agar tidak terjadi kesalah pahaman karena kurang komunikasi.

2.3 Motivasi Kerja
2.3.1 Pengertian Motivasi dan Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata Latin “Movere” yang berarti dorongan atau daya bergerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada
para bawahan atau pengikut.
Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuannya dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Pada dasarnya perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal.
Berikut ini beberapa pendapat para ahli mengenai definisi motivasi kerja, antara lain:
Stephen P. Robbins (2002:208) mengemukakan bahwa:
“Motivation as the willingness to exert high levels of effort toward organizational goals, conditional by effort’s ability to satisfy some individual need”.
(Motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu).

Sedangkan menurut Edwin B. Flippo yang dikutip oleh Malayu S. P. Hasibuan (2006:143):
“Motivation is essence, it is a skill in aligning employee and organization interest so that behavior result in achievement of employee want simultaneously with attainment or organizational objectives”.
(Motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan karyawan dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para karyawan dan tujuan organisasi sekaligus tercapai).

Berdasarkan tiga pendapat di atas, dapat diketahui bahwa motivasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri seseorang atau karyawan untuk bekerja seoptimal mungkin demi tercapainya tujuan organisasi sekaligus terpenuhinya kebutuhan karyawan.

2.3.2 Aspek dan Tujuan Motivasi
Keinginan dan kegairahan kerja dapat ditingkatkan berdasarkan pertimbangan tentang adanya dua aspek motivasi yang bersifat statis, menurut Malayu S. P. Hasibuan (2006:145) dua aspek motivasi yang bersifat statis yaitu:
1. Aspek motivasi statis yang pertama, tampak sebagai kebutuhan pokok manusia yang menjadi dasar bagi harapan yang akan diperoleh lewat tercapainya tujuan organisasi.
2. Aspek motivasi statis yang kedua, adalah berupa alat perangsang atau insentif yang diharapkan dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan pokok yang diharapkan.
Motivasi akan tampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai perangsang untuk dapat mengarahkan dan menggerakkan potensi sumber daya manusia itu ke arah tujuan yang diinginkan.
Menurut Malayu S. P. Hasibuan (2006:146) adapun tujuan pemberian motivasi kerja adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
Berdasakan uraian di atas, maka aspek dan tujuan motivasi merupakan upaya untuk menggerakkan sumber daya manusia agar secara produktif berhasil mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan oleh perusahaan.

2.3.3 Metode dan Proses Motivasi
Manajemen sumber daya manusia memiliki metode-metode untuk memotivasi karyawannya. Menurut Malayu S. P. Hasibuan (2006:149) metode-metode motivasi adalah sebagai berikut :
1. Motivasi Langsung (Direct Motivation), adalah motivasi (materil dan non materil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian penghargaan, bonus, piagam dan lain sebagainya.
2. Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation), adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Motivasi tidak langsung ini besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan, sehingga produktivitas kerja meningkat.
Metode motivasi merupakan langkah awal dalam melakukan proses pemotivasian karyawan. Metode motivasi digunakan para manajer agar pemotivasian tepat pada sasarannya setelah itu kemudian dilakukan proses motivasi. Sondang P. Siagian (2002:102) mengemukakan proses motivasi sebagai berikut:
1. Dalam kehidupan manusia, selalu timbul kebutuhan dan yang bersangkutan merasa perlu untuk memuaskannya.
2. Kebutuhan itu hanya dapat dikategorikan sebagai kebutuhan apabila menimbulkan ketegangan dalam diri orang yang bersangkutan. Makin kritikal sifat kebutuhan itu, makin tinggi pula ketegangan yang diakibatkannya.
3. Ketegangan itulah yang menimbulkan dorongan agar yang bersangkutan ‘berbuat sesuatu’.
4. ‘Sesuatu’ itu adalah upaya mencari jalan keluar agar ketegangan yang dihadapi tidak berlanjut.
5. Jika upaya mencari ‘jalan keluar’ yang diambil berhasil, berarti kebutuhan terpuaskan.
6. Kebutuhan yang berhasil dipuaskan akan menurunkan ketegangan, akan tetapi tidak menghilangkannya sama sekali. Alasannya adalah bahwa kebutuhan yang sama, cepat atau lambat akan timbul kemudian, mungkin dalam bentuk
yang baru dan mungkin pula dengan intensitas yang berbeda.
Walaupun setiap individu karyawan mempunyai keinginan yang berbeda-beda, tetapi ada kesamaan dalam kebutuhan (neends)-nya, yaitu setiap manusia ingin hidup dan untuk hidup perlu makan dan manusia normal mempunyai harga diri.

2.3.4 Teori-Teori Motivasi
Pada dasarnya proses motivasi dapat digambarkan jika seseorang tidak puas akan mengakibatkan ketegangan, yang pada akhirnya akan mencari kepuasan yang menurut ukurannya sendiri sudah sesuai dan harus terpenuhi. Beberapa teori motivasi yang dikenal yaitu :
A. Hierarki Teori Kebutuhan (Maslow)
Teori ini mengatakan bahwa manusia termotivasi untuk memuaskan lima jenis kebutuhan, yang dapat disusun dalam sutu hierarki. Kebutuhan yang lebih tinggi baru akan muncul apabila kebutuhan yang dibawahnya telah terpenuhi.

Gambar 2.2 Hierarki Kebutuhan Maslow
Gambar di atas menjelaskan bahwa urutan dan rangkaian kebutuhan seseorang selalu mengikuti alur yang dijelaskan oleh teori Maslow. Semakin ke atas kebutuhan seseorang semakin sedikit jumlah atau kuantitas manusia yang memiliki criteria kebutuhannya, contohnya kebutuhan kategori self actualization atau kebutuhan kebebasan diri untuk merealisasikan cita-cita atau harapan individu untuk mengembangkan bakat atau talenta yang dimilikinya (Veithzal Rivai, 2004:458).
B. Teori Kebutuhan McClelland’s
David McClelland’s menganalisis tentang tiga kebutuhan manusia yang sangat penting di dalam organisasi atau perusahaan tentang motivasi mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins (2002:222) dan Veithzal Rivai (2004:459), yaitu :
1. Kebutuhan dalam mencapai kesuksesan (Need for Achievement); kemampuan untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan.
2. Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja (Need for Power); kebutuhan untuk membuat orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana di dalam
tugasnya masing-masing.
3. Kebutuhan untuk berafiliasi (Need for Affilation); hasrat untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan kerja atau karyawan di dalam organisasi.
Berdasarkan teori McClelland’s tersebut sangat penting dibinanya kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal dengan cara mengembangkan potensi karyawan melalui lingkungan kerja secara efektif agar terwujudnya produktivitas perusahaan yang berkualitas tinggi dan tercapainya tujuan utama organisasi.
C. Teori X dan Teori Y
Douglas McGregor mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia negative dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y. Setelah melalui penyelidikan tentang perjanjian seorang manajer dan karyawan, McGregor merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam organisasi sebagai berikut :
Teori X (negatif) merumuskan asumsi seperti :
a. Karyawan sebenarnya tidak suka bekerja dan jika ada kesempatan dia akan menghindari atau bermalas-malasan dalam bekerja.
b. Semenjak karyawan tidak suka atau tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus dikontrol dan diatur bahkan mungkin ditakuti untuk menerima sanksi jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawabnya dan mencari tujuan formal sebisa mungkin.
d. Kebanyakan karyawan yang menempatkan keamanan di atas faktor lainnya yang
berhubungan erat dengan pekerjaan dan akan menggambarkannya dengan sedikit ambisi.
Sebaliknya, teori Y (positif) memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut :
a. Karyawan dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang wajar, lumrah
dan alamiah baik di tempat bermain atau beristirahat, dalam artian berdiskusi atau sekedar teman bicara.
b. Manusia akan melatih tujuan pribadi dan pengontrolan diri sendiri jika mereka melalui komitmen yang sangat objektif.
c. Kemampuan untuk melalui keputusan yang cerdas dan inovatif adalah tersebar secara meluas di berbagai kalangan tidak hanya dari kalangan top management atau dewan direksi (Stephen P. Robbins, 2002:222).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa upaya mendorong karyawan yang masuk ke dalam kategori ‘X’ dalam meningkatkan produktivitasnya adalah berupa imbalan disertai dengan ancaman bahwa jika yang bersangkutan tidak bekerja dengan lebih baik, kepadanya akan dikenakan sanksi. Sebaliknya, pujian atau penghargaan merupakan senjata yang ampuh untuk mendorong karyawan yang masuk ke dalam kategori ‘Y’ meningkatkan produktivitasnya.

D. Teori Existence Relatedness Growth (ERG)
Teori ERG menyebutkan ada tiga kategori kebuthan individu, yaitu eksistensi (existence), keterhubungan (relatedness), pertumbuhan (growth), karena itu disebut sebagai teori ERG yang berupa:
1. Kebutuhan eksistensi untuk bertahan hidup, kebutuhan fisik.
2. Kebutuhan keterhubungan adalah kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain yang bermanfaat seperti keluarga, sahabat, atasan, keanggotaan di dalam masyarakat.
3. Kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan untuk menjadi produktif dan kreatif, misalnya diberdayakan di dalam potensi tertentu dan berkembang
secara terus-menerus (Veithzal Rivai, 2004:462).
Sepintas terlihat bahwa teori ERG mirip dengan teori Maslow. Memang demikian dengan satu perbedaan mendasar, yaitu bahwa ketiga kelompok ERG dapat timbul secara simultan dan pemuasannya pun tidak dapat dilakukan ‘sepotong-potong’, akan tetapi ketiganya sekaligus; meskipun mungkin dengan intensitas yang berbeda-beda. Dengan kata lain teori ERG menolak pendekatan hierarkis yang dikemukakan oleh Maslow (Sondang P. Siagian, 2002:108).
E. Teori Dua Faktor-Herzberg
Ahli psikologis dan konsultan manajemen Frederick Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor kepuasan. Studi awal Herzberg menghasilakan dua kesimpulan. Pertama, terdapat satu kelompok ekstrinsik (motivasi eksternal konteks pekerjaan), yang meliputi :

1. Upah
2. Keamanan kerja
3. Kondisi kerja
4. Status
5. Prosedur perusahaan
6. Mutu penyeliaan
7. Mutu hubungan interpersonal antara rekan kerja, atasan dan bawahan
Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi ketidakberadaanya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. Kedua terdapat satu kelompok kondisi intrinsik (motivasi internal konteks pekerjaan), yang meliputi :
1. Pencapaian prestasi
2. Pengakuan
3. Tanggung jawab
4. Kemajuan
5. Pekerjaan itu sendiri
6. Kemungkinan berkembang
Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. (Gibson, 2006 : 197)
F. Pola Dasar Pemikiran Content Theory
Teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman faktor-faktor yang ada di dalam individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu. Dalam pandangan ini setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam (Inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Penerapan teori ini dalam prakteknya terutama disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kebutuhan sangat bervariasi pada setiap individu manusia. Banyak manajer yang ambisius, sangat didorong untuk mencapai status dan kekuasaan, sangat sulit untuk memahami bahwa tidak semua orang yang bekerja di bawah pimpinannya bisa didorong dengan nilai-nilai yang sama. Hasilnya, manajer tersebut merasa frustasi karena tidak bisa memberikan motivasi kepada bawahannya.
2. Perwujudan kebutuhan dalam tindakan juga sangat bervariasi antara satu orang dengan orang yang lain. Seseorang dengan security need yang kuat mungkin memilih ‘bermain aman’ dan menghindari tanggung jawab yang lebih besar, karena takut untuk gagal. Sebaliknya, seseorang dengan kebutuhan yang sama bahkan justru mencari pekerjaan dengan tanggung jawab yang lebih besar, karena takut diberhentikan karena kinerjanya yang kurang.
3. Para individu tidak selalu konsisten dengan tindakan mereka karena dorongan suatu kebutuhan. Suatu hari seseorang mungkin bekerja sangat luar biasa sewaktu kita berikan pekerjaan yang penuh tantangan. Sebaliknya, suatu ketika orang tersebut bekerja dengan sedang-sedang saja dalam menjalankan pekerjaan yang sama.

G. Pola Dasar Pemikiran Process Theory
Pendekatan ini menekankan pada bagaimana dan dengan tujuan apa setiap individu termotivasi agar menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Dalam pandangan ini kebutuhan hanyalah salah satu elemen dalam suatu proses tentang bagaimana para individu bertingkah laku. Sebagai contoh, seseorang melihat adanya kemungkinan yang besar untuk menerima suatu imbalan apabila mereka melakukan tindakan tertentu, misalnya bekerja dengan keras dan bersungguh-sungguh. Imbalan ini menjadi suatu perangsang atau motif untuk perilaku mereka.
Dasar dari teori proses tentang motivasi ini adalah adanya expectancy (harapan), yaitu apa yang dipercayai oleh individu akan mereka peroleh dari tingkah laku mereka. Contohnya, apabila seseorang percaya bahwa bekerja dan mampu mencapai deadline akan memperoleh pujian, tetapi kalau tidak bisa selesai sesuai waktunya tersebut, ia akan mendapat teguran.
H. Pola Dasar Pemikiran Reinforcement Theory
Teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku di masa yang lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam suatu siklus proses belajar. Dalam pandangan teori ini, individu bertingkah laku tertentu karena di masa lalu mereka belajar bahwa perilaku tertentu seseorang akan berhubungan dengan hasil yang menyenangkan terhadap orang lain, dan perilaku tertentu juga menghasilkan akibat yang tidak menyenangkan. Contohnya, individu akan lebih mentaati hukum dan peraturan karena dengan patuh pada hukum itu akan menghasilkan pujian dan pelanggaran hukum akan menghasilkan teguran atau bahkan hukuman teretentu yang telah ditetapkan.
Perilaku individu dapat diubah. Pada umumnya akan lebih efektif jika memberikan imbalan untuk perilaku yang diinginkan daripada menghukum perilaku yang tidak diinginkan. Beberapa perilaku yang dapat memotivasi karyawan adalah:
1. Cara berinteraksi
2. Menjadi pendengar aktif
3. Penyusunan tujuan yang menantang
4. Pendekatan penyelesaian masalah dan tujuan yang berfokus pada perilaku bukan pada pribadi.
5. Informasi yang digunakan teknik penguatan
I. Pola Dasar Pemikiran Expectancy Theory
Teori yang dikemukakan oleh Victor Vroom’s ini menyatakan bahwa tindakan seseorang cenderung untuk dilakukan karena harapan hasil yang akan dia dapatkan. Dalam hal ini seperti harapan bonus, kenaikan gaji, promosi dan penghargaan (Veithzal Rivai, 2004:466). Lebih intinya, teori memfokuskan hubungan sebagai berikut:
a. Effort-performance relationship, probabilitas yang akan diterima oleh individu dengan mengerahkan kemampuannya untuk suatu hasil kerja yang baik.
b. Performance-reward relationship, tingkatan kepercayaan individu atas hasil kerja tertentu akan mengakibatkan harapan yang diinginkannya.
c. Reward-personal goal relationship, penghargaan organisasi atas seseorang mengakibatkan kepuasan individu di dalam bekerja.
Akhirnya, pola dasar expectancy theory ini adalah pemahaman antara individu dan hubungannya dengan hasil kerja dan kemampuan kerja antara hasil kerja, penghargaan dan kepuasan tujuan individu. Menurut teori ini ada empat asumsi mengenai perilaku individu dalam perusahaan yaitu:
a. Perilaku individu ditentukan oleh kombinasi faktor-faktor individu dan faktor-faktor lingkungan.
b. Individu mengambil keputusan dengan sabar mengenai perilakunya sendiri dalam perusahaan.
c. Individu mempunyai kebutuhan, keinginan dan tujuan yang berbeda.
d. Individu memutuskan diantara perilaku alternatif berdasarkan harapannya.

2.4 Kinerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja dari individu tenaga kerja diantaranya, skill, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, imbalan atau insentif, hubungan mereka dengan organisasi dan masih banyak lagi faktor lainnya.
Pada banyak organisasi atau perusahaan, kinerjanya lebih tergantung pada kinerja dari individu tenaga kerja. Ada banyak cara untuk memikirkan tentang jenis kinerja yang dibutuhkan para tenaga kerja untuk suatu perusahaan agar dapar berhasil diantaranya dengan mempertimbangkan tiga elemen yaitu produktivitas, kualitas dan pelayanan.

2.4.1 Pengertian Kinerja
Berikut ini beberapa definisi kinerja menurut pendapat para ahli sebagai berikut:
Anwar Prabu Mangkunegara (2005:67) mendefinisikan kinerja sebagai berikut : ”Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Marihot Tua Efendi Hariandja (2002:195) menyatakan kinerja sebagai berikut : ”Kinerja atau unjuk kerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku yang nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi”.
Sedangkan menurut Malayu S. P. Hasibuan (2005:94) :
”Kinerja atau prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.”

Dari beberapa definisi tersebut penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa kinerja merupakan out put atau hasil kerja yang dihasilkan baik segi kualitas maupun kuantitas pekerjaannya dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perannya di dalam organisasi atau perusahaan yang disertai dengan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

2.4.2 Penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi dalam menilai kinerja pegawainya. Secara umum tujuan dari penilaian kinerja adalah memberikan timbal balik kepada pegawai dalam upaya memperbaiki kerja pegawai dan untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Secara khusus tujuan penilaian kinerja adalah sebagai pertimbangan keputusan organisasi terhadap pegawainya mengenai promosi, mutasi, kenaikan gaji, pendidikan dan pelatihan ataupun kebijakan manajerial lainnya. Sehingga penilaian kinerja dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dari proses perekrutan, seleksi, penempatan dan pelatihan di organisasi. (Marihot Tua Efendi Hariandja, 2002:195)

2.4.3 Elemen Proses Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu usaha dari organisasi dalam pencapaian kinerja pegawai yang diharapkan. Elemen-elemen dalam proses penilaian kinerja menurut Marihot Tua Efendi Hariandja (2002:198) adalah meliputi; menentukan tujuan-tujuan dari setiap pekerjaan, penentuan standar atau dimensi-dimensi kinerja serta ukurannya, penentuan metode penilaian, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Penentuan Sasaran
Dalam penentuan sasaran atau tujuan, sebaiknya dilakukan secara spesifik, terukur, menantang, dan didasarkan pada waktu tertentu. Dalam proses penentuan sasaran, diperlukan adanya koordinasi antara atasan dengan bawahannya.
2. Penentuan Standar Unjuk Kerja
Menentukan standar unjuk kerja berarti menentukan dimensi-dimensi yang menunjukan perilaku kerja yang sedang dinilai. Penilaian perilaku didasarkan kepada aspek-aspek penilaian.
3. Penentuan Metode dan Pelaksanaan Penilaian.
Metode adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya.
4. Evaluasi Penilaian
Evaluasi penilaian merupakan pemberian umpan balik mengenai aspek-aspek kinerja yang harus diubah dan dipertahankan serta beberapa tindakan yang harus diambil, baik oleh organisasi maupun pegawai dalam upaya perbaikan kinerja pada masa yang akan datang.

2.4.4 Aspek-Aspek Penilaian Kinerja dan Standar Pekerjaan
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2005 : 95) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam kinerja adalah sebagai berikut:
1. Kesetiaan
Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya, dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab.
2. Prestasi kerja
Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaan.

3. Kejujuran
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti pada bawahannya.
4. Kedisiplinan
Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan ke padanya.
5. Kreativitas
Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaukan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.
6. Kerjasama
Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertikal dan horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.
7. Kepemimpinan
Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.

8. Kepribadian
Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang disukai, memberi kesan menyenangkan, memperhatikan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar.
9. Prakarsa
Penilai menilai kemampuan berpikir yang orsinal dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapiny
10. Tanggung jawab dan kecakapan
Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksanaan, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.
Adapun aspek-aspek standar pekerjaan terdiri dari aspek kuantitatif dan kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi:
1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan
2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya menyelesaikan pekerjaan
3. Jumlah kesalahan dalam melakukan pekerjaan, dan
4. Jumlah dan jenis pemberian dalam bekerja
Sedangkan aspek kualitatif meliputi :
1. Kecepatan kerja dan kualitas pekerjaan
2. Tingkat kemampuan dalam bekerja
3. Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin atau peralatan, dan
4. Kemampuan mengevaluasi (keluhan atau kebiasaan konsumen)

2.4.5 Langkah-Langkah Dalam Peningkatan Kinerja
Langkah-langkah dalam peningkatan kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2005:22) sebagai berikut:
a. Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja. Dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus-menerus melalui fungsi-fungsi bisnis.
2. Mengidentifikasi masalah melalui karyawan.
3. Memperhatikan masalah yang ada.
b. Mengenal kekurangan dan tingkat keseriusan. Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan beberapa informasi, antara lain:
1. Mengidentifikasi masalah setepat mungkin.
2. Menentukan tingkat keseriusan masalah dengan mempertimbangkan :
a. Harga yang harus dibayar bila tidak ada kegiatan.
b. Harga yang harus dibayar bila ada campur tangan dan penghematan yang diperoleh apabila ada penutupan kekurangan kinerja.
c. Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri.
d. Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut.
2.5 Kerangka Pemikiran
Dalam hal perbaikan sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja pegawai, konsep pembangunan yang sekarang diterapkan mengacu pada pembenahan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal pertama yang harus dibenahi adalah factor kepemimpinan, karena sesuai dengan manajemen yang mengutamakan untuk mengelola, memimpin, dan mengendalikan pegawai. Apabila penerapan manajemen dalam suatu kesatuan tepat maka kinerja pegawai akan tinggi
Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan kesatuan dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam suatu organisasi seorang pemimpin mempunyai tugas dan wewenang yang lebih dibandingkan para pegawainya, akan tetapi meskipun demikian gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi, kondisi dan kemampuan para pegawainya sehingga terjalin kerjasama yang harmonis dalam suatu organisasi.
Dalam mengintegrasikan kontribusi satuan kerja yang menangani sumber daya manusia kepada organisasi, Manajemen Sumber Daya Manusia memberikan kontribusi kepada organisasinya melalui penyelenggaraan seluruh fungsi manajemen sumber daya manusia. Gaya kepemimpinan yang ditetapkan seorang pimpinan atau manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja pegawai untuk mencapai sasaran yang maksimal.
faktor-faktor pengukur dari hasil penelitian House dan Vroom dalam organization behavior (Robbins P. Stephen, 2006:448) bahwa dalam suatu gaya kepemimpinan seseorang mempunyai kaitannya dengan beberapa macam perilaku pemimpin yang berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Perilaku gaya kepemimpinan ini meliputi:
1. Pemimpin direktif, membiarkan bawahan tahu apa yang diharapkan dari mereka, menjadwalkan kerja untuk dilakukan, dan memberi bimbingan khusus mengenai bagaimana menyelesaikan tugas.
2. Pemimpin pendukung, bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan.
3. Pemimpin partisipatif, berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan.
4. Pemimpin berorientasi-prestasi, menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka.
5. Autokratik, masalah dipecahkan dengan menggunakan informasi yang telah ada dan atau tambahan informasi yang didapat dari kelompok sebelum pemimpin mengambil keputusan.
Gaya kepemimpinan merupakan cara meningkatkan kelompok untuk mencapai sesuatu melalui motivasi, pemimpin harus lebih terkait dengan kepuasan kerja dan penciptaan suatu gambaran yang jelas tentang bagaimana para bawahan dapat memperoleh suatu penghargaan berdasarkan pada pencapaian kinerjanya yang beruung pada meningkatnya kinerja para pegawai. Hal ini mengartikan bahwa adanya suatu hubungan dan pengaruh antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan, dimana keberhasilan seorang pemimpin pada umumnya dapat diukur dari produktivitas kerja dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan pada pegawainya. Bila produktivitas kerja naik dan semua tugas dilaksanakan efektif, maka ia disebut sebagai pemimpin yang berhasil, sebaliknya bila produktivitas kerja menurun dan kepemimpinannya dinilai tidak efektif maka ia disebut sebagai pemimpin yang gagal dan hal tersebut diperkuat oleh pendapat Stephen P. Robbin (2003:54) yang mengemukakan bahwa kemungkinan besar kinerja dan kepuasan karyawan dipengaruhi secara positif bila pemimpin itu mengimbangi dari hal-hal yang kurang dalam diri karyawan atau dalam situasi kerja dengan memberikan perhatian yang dapat meningkatkan semangat kerja yang bertujuan membuat kinerja seorang karyawan menjadi lebih baik lagi.
Motivasi kerja merupakan sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain atasan, sarana fisik, kebijaksanaan, peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan, dan tantangan. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan melalui kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat bersemangat dan dapat mencapai suatu kinerja yang tinggi, dan hal ini merupakan suatu tujuan utama organisasi dalam meningkatkan produktivitasnya. Untuk itu motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat meningkatkan kinerja seorang karyawan dan hubungan. Hal ini dikuatkan oleh pendapat McClelland (dalam buku Mangkunegara, 2005:104) yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara motivasi kerja dengan pencapaian prestasi kerja atau kinerja, dimana jika seorang manajer atau pimpinan yang mempunyai motivasi kerja tinggi cenderung memiliki prestasi kerja atau kinerja yang tinggi, dan sebaliknya mereka yang prestasi kerjanya rendah dimungkinkan karena motivasi kerjanya rendah, sehingga dengan adanya penerapan atau pemberian motivasi yang benar akan meningkatkan kinerja karyawan itu sendiri.
Berdasarkan teori motivasi menurut teori Maslow berkaitan dengan pemuasan berbagai kebutuhan. Bahwa manusia menurut Maslow (Robbins P. Stephen yang dialih bahasakan oleh Drs. Benyamin Molan, 2006 : 214) mempunyai sejumlah kebutuhan yang diklasifikasikan pada lima tingkatan atau hierarki yaitu : a). Kebutuhan fisiologis, b). Kebutuhan akan rasa aman, c). Kebutuhan sosial, d). Kebutuhan yang mencerminkan harga diri, e). Kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan itu sendiri diartikan sebagai kekuatan atau tenaga dimana faktor tersebut menghasilkan dorongan bagi individual yang melakukan kegiatan agar dapat memenuhi sebuah kepuasan kerja tersebut.
Kinerja karyawan merupakan tingkat dimana karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Penilaian kinerja ini mencakup aspek kualitatif dan kuantitatif dari pelaksanan pekerjaan. Untuk itu kinerja merupakan ukuran penentuan penilaian yang nyata tentang kelakuan dan hasil kerja di dalam suatu pekerjaan, sesuai dengan tanggung jawabnya yang diberikan.
Berdasarkan hal-hal di atas tersebut peneliti berpendapat bahwa kinerja seseorang tergantung pada gaya kepemimpinan yang diikutinya dan tergantung pada pemberian motivasi kerja pegawai. Karena semakin efektif gaya kepemimpinan dan semakin tinggi motivasi kerja yang diberikan, maka kinerja pegawai akan semakin tinggi pula.
Dengan demikian, mengacu pada kerangka pemikiran di atas, maka paradigma pemikiran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut :
Stephen P. Robbin (2003:54)

Mangkunegara (2005:104)
Gambar 2.3
Paradigma Penelitian

2.6 Hipotesis
Sesuai dengan uraian tersebut di atas, penulis mengemukakan hipotesis secara parsial dan simultan sebagai berikut :
1. Secara Parsial
a. Gaya kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan.
b. Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan.
2. Secara Simultan
Gaya kepemimpinan dan Motivasi kerja secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawa

Sabtu, 21 Maret 2009

Latar Belakang
Industri Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peran yang penting dalam pembangunan berbagai sarana guna terwujudnya tujuan pembangunan nasional yang perlu didukung oleh Sumber Daya Manusia yang Profesional, Ahli maupun Terampil.

Undang-undang No.18 Th. 1999 tentang Jasa Konstruksi mengamanatkan bahwa Perencana, Pengawas, serta Pelaksana Konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian kerja atau keterampilan kerja yang didasarkan kepada kompetensi yang standar.

Institusi/lembaga pelatihan jasa konstruksi baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Swasta, maupun Perusahaan diarahkan untuk membekali serta mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan serta produktivitas tenaga kerja di bidang konstruksi.

Pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum telah membentuk Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan pembinaan keterampilan jasa konstruksi berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia. Tugas pokok dan fungsi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 286/PRT/M/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum.

Visi
Terwujudnya Sumber Daya Manusia di bidang jasa konstruksi yang profesional dan didukung dengan sistem dan standar pelatihan yang berkualitas serta mendorong tersedianya tenaga kerja ahli dan terampil di bidang jasa konstruksi yang profesional dan berdaya saing tinggi di tingkat Nasional, Regional, maupun Internasional.

Misi
Misi yang diemban oleh Pusbin KPK, antara lain:

  • Mewujudkan semangat untuk peningkatan kualitas SDM dari daerah, untuk daerah, dan oleh daerah dalam rangka perkuatan pelaksanaan tugas otonomi daerah, sebagai upaya meningkatkan kinerja perekonomian nasional.

  • Mendorong pengembangan lembaga pelatihan jasa konstruksi di daerah.

  • Mewujudkan Stadar Kompetensi Kerja Nasional bagi tenaga ahli maupun terampil yang setara dengan Standar Internasional.

  • Menyiapkan dan mengembangkan standar modul pelatihan yang memiliki kesetaraan internasional.

  • Mewujudkan standar nasional tentang sistem pelatihan profesional di bidang jasa konstruksi dan metoda peningkatan produktivitas tenaga kerja konstruksi.

  • Mewujudkan sistem informasi tenaga kerja dan peluang kerja di bidang jasa konstruksi yang dapat diakses secara cepat, murah, dan mudah.

  • Mengembangkan kegiatan pelatihan yang mempu membuka akses bagi tenaga kerja nasional memasuki pasar tenaga kerja di dalam dan luar negeri.



Tugas Pokok dan Fungsi
Di dalam melaksanakan tugasnya PUSBIN KPK menyelenggarakan fungsi:

  • Penyusunan rencana dan program pembinaan dan pelatihan jasa konstruksi.

  • Pelaksanaan dan Evaluasi Pelatihan di bidang jasa konstruksi.

  • Fasilitasi penelitian dan pengembangan teknik pelatihan.

  • Pembinaan dan pengembangan materi pelatihan.

  • Pembinaan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi.

  • Pelaksanaan pembinaan tenaga pengajar.

  • Sertifikasi di bidang jasa konstruksi, pelaksanaan pendidikan keahlian teknik.

  • Pemberian fasilitas atas hak kekayaan intelektual terhadap materi pelatihan.

  • Fasilitasi informasi bursa kerja melalui registrasi tenaga kerja konstruksi yang meliputi klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja.

Rabu, 18 Maret 2009

Profesionalisme di bidang jasa konstruksi


visi dan misi PT.Ellyan Jaya Sentosa

Visi : mengembangkan Jiwa Wirausaha Muda diseluruh Indonesia, dan memberikan sarana serta inspirasi dalam memulai karir.

Misi : Membangun komunitas bisnis dan gathering untuk mendukung terjadinya kerja sama dan sinergi antar pelaku bisnis.

Visi dan Misi Pribadi

Visi : selalu mengembangkan diri sendiri agar menjadi yang terbaik

Misi : menjadikan diri sendiri menjadi panutan bagi orang lain